Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii (2:487):
“Orang yang berniat (berkeinginan) berqurban ketika memasuki 1 Dzulhijjah, hendaklah ia tidak mencukur rambut kepala, wajah, maupun badan. Begitu pula hendaklah ia tidak memotong kuku-kukunya. Anjuran tadi disunnahkan hingga hewan qurban disembelih. Dalil yang mendasari hal ini adalah hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِي الحِجَّةِ، فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ، وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ.
“Siapa yang memiliki hewan sembelihan lantas telah masuk awal Dzulhijjah, hendaklah ia tidak memotong rambut dan kuku sedikit pun hingga hewannya diqurbankan.” (HR. Muslim, no. 1977)
Akan tetapi, perintah tidak memotong rambut dan kuku bukanlah perkara wajib. Larangan tersebut tidak sampai derajat haram. Larangan tersebut termasuk makruh tanzih.
Hikmah tidak memotong kuku dan rambut adalah agar bagian ini tetap ada sehingga menjadi sempurnalah pembebasan dari neraka. Ada juga ulama yang berpendapat, hikmah larangan tersebut adalah karena ibadah qurban ini ada bagian yang serupa dengan orang yang muhrim (berihram untuk haji atau umrah).
Demikian nukilan dari Al-Mu’tamad.
Yang perlu ditegaskan di sini adalah bahwa konteks hadits di atas tertuju bagi orang yang berqurban saja, bukan untuk semua orang. Bagi orang yang tidak berqurban, tidak masalah jika ia akan memangkas rambut, atau memotong kukunya.
Referensi:
Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Darul Qalam.